Senin, 02 Desember 2013

 salam gloria bagi kakak anggota ths-thm smua TUHAN YESUS memberkati.(amin)>>>>>>>........
A.Pendalaman Iman (PI)
1. Membaca Kitab Suci, sharing dan diskusi
2. memahami doa pokok katolik : Syahadat Para Rasul, Bapa Kami, Salam Maria dan doa tobat
3. bimbingan rohani dan ibadat dari Imam, Bruder, suster, frater atau awam yang berkompeten.

B.Olah Raga Bela Diri
Tingkat Pratama menekankan penguasaan materi Tingkat Dasar secara benar dan hafal.
Latihan Fisik :
1. lari : 1 km
2. sit up 20 x
3. push up 20 x
4. kayang
5. roll depan
6. roll belakang
7. lompat harimau
8. split/peregangan
9. ngrante
Materi Dasar:
1. kuda-kuda tinggi
2. kuda-kuda rendah
3. kuda-kuda bawah
4. rangsek maju
5. rangsek mundur
6. tatalangkah manunggal
7. pukulan 1-10
8. tangkisan 1-10
9. tendangan lutut depan
10. tendangan samping
11. tangguhan
12. tendangan berganti
13. tendangan balik
14. samplak’an
15. kepetan
16. kombinasi semua gerakan di atas
17. pengulangan materi calon anggota
Ketrampilan :
1. Jurus AISURTO
2. pernafasan 12 sikap dengan is –ta-el, (1:1: ) nafas dada, halus
3. latihan konsentrasi
4. tarungan ritmis serang hindar dan serang-tangkis dengan tata langkah manungal (satu aba-aba satu gerak

dan satu aba-aba dengan 2 gerak, bergantian)
Uji hasil latihan :
Pipa dragon ½ R

C.Rekreasi :
1. menyanyi
2. bercerita di depan teman-teman

D.Organisasi :
1. pengetahuan :
a. liturgy gereja
b. tata laksana misa
c. sejarah THS-THM
d. mengenal atribut THS-THM dan maknanya
e. mengetahui hak dan kewajiban anggota sesuai tercantum dalam Statuta

2. ketrampilan :
a. tata laksana misa
b. tata laksana misdinar (putra/i altar)
c. belajar memimpin pemanasan

Sabtu, 30 November 2013

DI THS-THM SILAT HANYA SARANA, BUKAN TUJUAN

Oleh Franz A. Thomas Ire di KELUARGA BESAR THS-THM (File) ·

(oleh: Prasetyo Yudono, anggota Dewan Pendiri THS-THM)

Ketika saya menulis THS-THM tidak mengajarkan Tenaga Dalam saya tahu statement itu akan bikin "heboh" dan kecewa banyak orang. Meskipun “mengecewakan” hal tersebut harus dinyatakan supaya anggota THS-THM tidak “tersesat” mencari hal-hal yang bukan menjadi tujuan THS-THM.

THS-THM didirikan sebagai... ajang/wadah kegiatan putra-putri Gereja mengembangkan diri menjadi “pendekar” Katolik sejati.

Kenapa silat? Jawabannya sederhana: Silat mempunyai unsur lengkap untuk mengolah jiwa dan raga. Di silat ada latihan gerak, napas, konsentrasi, mental, spiritual. Silat juga merupakan budaya asli Indonesia yang sudah terbukti efektif (“proven”) sebagai metode pendidikan/pembentukan ksatria bangsa dari jaman dahulu kala. Para ksatria/pendekar ini menjadi pilar kebesaran Sriwijaya, Singosari, Majapahit, dst. yang kejayaannya menggentarkan dunia.

Hasil yang ingin diperoleh dari pelatihan silat bukanlah “kesaktian” nya tetapi lebih pada mental/jiwa kependekaran-nya. Jaman sekarang “kesaktian” fisik itu sudah tidak relevan. Sesakti-saktinya seorang pendekar silat jaman sekarang diberondong pakai M 16 ya bablas…;-)


Sama halnya bangsa Jepang yang dikenal punya banyak jagoan (samurai) juga “klipuk” ketika dijatuhi bom atom oleh tentara Amerika. Tetapi kemudian terlihat bahwa mental/jiwa samurai yang dikenal dengan semangat “Bushido” mampu membawa bangsa Jepang bangkit, fight, menggapai kejayaannya sebagai bangsa yang kuat, maju dan makmur di dunia.

Seandainya orang Indonesia punya semangat “Bushido” seperti orang Jepang, mestinya sekarang ini Indonesia jauh lebih maju dari Jepang. Mengapa? Karena Indonesia punya sumberdaya yang jauh melimpah dibanding Jepang. Kita punya minyak, gas, aneka tambang, hutan, sawah dan ratusan juta sumber daya manusia yang jauh lebih besar daripada Jepang.

Sayangnya kita punya semangat/mentalitas jauh di bawah Jepang. Contoh sederhana: Kalau di Jepang ada pejabat ketahuan terima hadiah tidak wajar aja mereka mundur, bahkan ada yang bunuh diri. Di Indonesia udah ketahuan korupsi ratusan milyar masih cengengas-cengenges, bermuka badak, nggak tahu malu.

Jadi semangat/mentalitas suatu bangsa lah yang menentukan kemajuan/kejayaan bangsa tersebut. Dahulu kala bangsa Indonesia terbukti memiliki semangat/mentalitas unggulan yang tertanam dalam diri ksatria2 Majapahit yang sangat disegani dari ujung Papua sampai tanah Campo (Kamboja). Sekali lagi bukan kesaktiannya tetapi semangatnya seperti yang dicontohkan Mahapatih Gadjah Mada yang tak akan memakan buah Palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara.

Semangat baja, militant, pantang menyerah, tidak berhenti sebelum tercapai tujuan itu yang ingin dibangun THS-THM melalui latihan silat.

Jadi silat di THS-THM itu hanya digunakan sebagai sarana/metode untuk membangun semangat/jiwa kependekaran anggotanya. Bukan untuk membangun kesaktian! Lha kalau setelah latihan lama anggota jadi sakti… itu namanya bonus. Apakah anggota THS-THM tidak boleh menjadi sakti? Ya boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai motivasi menjadi sakti ini "mengalihkan" anggota THS-THM dari tujuan utama membangun semangat kependekaran. Motivasi menjadi sakti ini jangan sampai menggelapkan mata dan hati anggota THS-THM menjadi “ngawur” dalam bertindak dan mengambil resiko.

Menjaga diri dari gelap mata dan hati ini memang tidak gampang dilakukan terlebih karena anggota THS-THM kebanyakan masih muda, penuh gejolak dan emosi, lagi mencari jati diri, ingin tampil dan dianggap hebat. Biar bonyok yang penting keren abis… begitu kira2 semboyan remaja (dari dulu sampai sekarang).

Saya masih ingat waktu di awal berdirinya THS-THM banyak anggota yang bertanya: “Mas, tenaga olah napas itu bisa disalurkan ke kepala?” Kita jawab: “Ya bisa saja… Tetapi nggak usah lah kalian mecah2in tegel pakai kepala… buat apa?” Besoknya aksi mecah tegel pakai kepala malah jadi trend…:-( Anggota THM justru banyak yang pasang aksi…:-)

Padahal maksud kami menghimbau itu demi kebaikan anggota. Pemecahan benda keras itu kan upaya penyaluran dan konsentrasi tenaga yang tidak mudah. Perlu dilakukan dengan teknik yang benar. Kalau keliru resikonya bukan bendanya yang pecah tapi anggota tubuh kita yang bengkak, memar, luka. Lha kalau mecahnya pakai tangan resiko yang bengkak tangan, masih “manageable”, diurut sebentar, kasih param, besok sembuh. Lha kalau mecahnya pakai kepala, resikonya gegar otak.

Yang lebih “parah” lagi ada anggota dengar cerita dari siapa atau baca novel Kho Ping Ho atau Senapati Pamungkas-nya Arswendo lalu membayang-mbayangkan dirinya punya “kesaktian” seperti yang dimiliki tokoh-tokoh silat tersebut. Tidak heran kalau kemudian muncul istilah-istilah aneh2 seperti “pukulan salju”, “tenaga cakra”, dsb.

Hal-hal begini yang membuat anggota THS-THM “tersesat” dalam belajar silat. Tujuan berlatih silat tidak lagi untuk membangun mental/semangat kependekaran, tetapi mencari kesaktian. Padahal yang kita perlukan itu mental/semangat kependekarannya BUKAN kesaktiannya.

Berbekal mental/semangat kependekaran anggota THS-THM bisa diharapkan menjadi pebisnis yang tangguh, politisi yang utama, pendidik yang mulia, dsb. Orang-orang yang begini ini yang diperlukan bangsa dan negara ini.

Mengejar kesaktian justru bisa membuat anggota THS-THM terjebak pada kesombongan, kemegahan diri.

Selamat berlatih. Tetap semangat. Tetap rendah hati.